Ayah
1.
Hal yang diinginkan ayah hanyalah anak-anaknya pulang. Berkumpul. Saling berbagi cerita. Tentang perjalanan hidup. Tetang hal-hal yang mudah hingga yang membuat hampir menyerah. Ayah ingin di usianya yang tak lagi muda. Kesempatan bertemu anak-anak tak lagi tertunda. Ayah ingin melihat anak-anak hadir di rumah, berbagi bahagia selelah apa pun hidup dan tanggungan kerja. Ayah tidak meminta lebih, satu dua hari, cukup.
Barangkali rindu adalah alasan orang-orang menempuh jarak yang jauh. Mengorbankan lelah dan biaya. Menahan penat yang mendera. Orang-orang yang pulang entah dari mana; yang ingin menemukan rumahnya. Yang ingin menatap mata keriput ayah ibunya. Tak ada rindu yang lebih tinggi kepada manusia melebihi rindu akan orangtua; rindu orang tua akan anak-anaknya. Ayah, tak ingin meminta banyak. Ayah hanya ingin menatapmu tertidur lelap, menatapmu di meja makan, menatapmu menonton televisi, bertukar cerita tetang kisah tualang yang kau jalani. Ayah ingin kau ada, di hari kemenangannya. Ia benar-benar ingin menang. Ia ingin menang di hadapan anak-anaknya. Menang dengan tatap yang bahagia, meski usia semakin senja.
2.
Setiap kali ayah marah, aku harus tetap diam. Aku hanya boleh tersenyum. Aku tidak boleh ikut marah meski kutahu aku tidak sepenuhnya salah. Ayah yang boleh marah, aku tidak. Aku tetap harus jadi anak yang baik untuk ayahku. Tidak ada yang bisa menggantikan dia di hidupku. Mungkin dia sedang lelah, terlalu lelah. Mungkin sedang banyak pikiran. Aku tidak boleh ikut marah. Aku takut, jika suatu hari nanti justru marah ayah yang kurindukan. Tapi jarak begitu jauh merentang jalan. Maka, kunikmati saja segala marah ayah dalam diam. Dengan senyum. Meski sejujurnya aku sedih saat ayah marah dan aku tidak punya kekuatan selain tidak mengalah.
Rantaulah yang membuatku mengerti. Kadang, saat sepi datang. Rindu pada ayah datang berulang-ulang. Menikam dada. Sedih tak terkira. Itulah kenapa, di saat-saat penting seperti ini. Menjelang lebaran idul fitri, aku selalu ingin pulang. Aku ingin melihat ayahku menang di hari kemenangan. Tak apa jika nanti saat aku pulang ayah memarahiku. Sebab, cara marahnya ayah saat jauh begini menjelma menjadi rindu.
#campkanitu"
Siapa namanya?
Di profile ada, tinggal di lihat, nama aku ga alay kok, jadi ga perlu di tanyain nama. ini sosial media, bukan dinas sosial.
Pap dong?
Aku udah pasang profil picture tinggal di lihat, kamu ngerasa foto di profile aku kurang jelas? Berarti hp kamu rusak, mau nya foto yang sekarang, emang kamu siapa nyuruh2?
Vc yuk?
Ini ibarat nya kamu di kasih hati minta pakai sambal jadinya (sambal ati) apa perlu pake teh botol sosro?
"Sombong banget sih kak? cantik juga enggak"
Bukan sombong, kamu baru ngechat aja udah agresif (jablay aja kalah, atau km jablay laki2? agresif banget ke cewek. haus cewek apa gimana?) ga semua cewek suka di spam chat, lagi pula kita baru kenal, ga usah berlebihan, allah tidak suka sesuatu yang berlebihan.
Hal yang diinginkan ayah hanyalah anak-anaknya pulang. Berkumpul. Saling berbagi cerita. Tentang perjalanan hidup. Tetang hal-hal yang mudah hingga yang membuat hampir menyerah. Ayah ingin di usianya yang tak lagi muda. Kesempatan bertemu anak-anak tak lagi tertunda. Ayah ingin melihat anak-anak hadir di rumah, berbagi bahagia selelah apa pun hidup dan tanggungan kerja. Ayah tidak meminta lebih, satu dua hari, cukup.
Barangkali rindu adalah alasan orang-orang menempuh jarak yang jauh. Mengorbankan lelah dan biaya. Menahan penat yang mendera. Orang-orang yang pulang entah dari mana; yang ingin menemukan rumahnya. Yang ingin menatap mata keriput ayah ibunya. Tak ada rindu yang lebih tinggi kepada manusia melebihi rindu akan orangtua; rindu orang tua akan anak-anaknya. Ayah, tak ingin meminta banyak. Ayah hanya ingin menatapmu tertidur lelap, menatapmu di meja makan, menatapmu menonton televisi, bertukar cerita tetang kisah tualang yang kau jalani. Ayah ingin kau ada, di hari kemenangannya. Ia benar-benar ingin menang. Ia ingin menang di hadapan anak-anaknya. Menang dengan tatap yang bahagia, meski usia semakin senja.
2.
Setiap kali ayah marah, aku harus tetap diam. Aku hanya boleh tersenyum. Aku tidak boleh ikut marah meski kutahu aku tidak sepenuhnya salah. Ayah yang boleh marah, aku tidak. Aku tetap harus jadi anak yang baik untuk ayahku. Tidak ada yang bisa menggantikan dia di hidupku. Mungkin dia sedang lelah, terlalu lelah. Mungkin sedang banyak pikiran. Aku tidak boleh ikut marah. Aku takut, jika suatu hari nanti justru marah ayah yang kurindukan. Tapi jarak begitu jauh merentang jalan. Maka, kunikmati saja segala marah ayah dalam diam. Dengan senyum. Meski sejujurnya aku sedih saat ayah marah dan aku tidak punya kekuatan selain tidak mengalah.
Rantaulah yang membuatku mengerti. Kadang, saat sepi datang. Rindu pada ayah datang berulang-ulang. Menikam dada. Sedih tak terkira. Itulah kenapa, di saat-saat penting seperti ini. Menjelang lebaran idul fitri, aku selalu ingin pulang. Aku ingin melihat ayahku menang di hari kemenangan. Tak apa jika nanti saat aku pulang ayah memarahiku. Sebab, cara marahnya ayah saat jauh begini menjelma menjadi rindu.
#campkanitu"
Siapa namanya?
Di profile ada, tinggal di lihat, nama aku ga alay kok, jadi ga perlu di tanyain nama. ini sosial media, bukan dinas sosial.
Pap dong?
Aku udah pasang profil picture tinggal di lihat, kamu ngerasa foto di profile aku kurang jelas? Berarti hp kamu rusak, mau nya foto yang sekarang, emang kamu siapa nyuruh2?
Vc yuk?
Ini ibarat nya kamu di kasih hati minta pakai sambal jadinya (sambal ati) apa perlu pake teh botol sosro?
"Sombong banget sih kak? cantik juga enggak"
Bukan sombong, kamu baru ngechat aja udah agresif (jablay aja kalah, atau km jablay laki2? agresif banget ke cewek. haus cewek apa gimana?) ga semua cewek suka di spam chat, lagi pula kita baru kenal, ga usah berlebihan, allah tidak suka sesuatu yang berlebihan.